Tak bisa kusangkal lagi, setiap kali para pecinta kucing bertukar cerita, pasti muncul topik tentang kotak untuk kotoran, kelebihan dan kekurangan berbagai merk kotak untuk kucing, tempat-tempat terbaik untuk menaruh kotak-kotak itu, masalah-masalah yang dialami kucing-kucing tertentu dalam menggunakan kotak tersebut, dan tentu saja perdebatan tentang apakah model-model kotak elektronik yang baru, yang bisa membersihkan dengan sendirinya, memang sepadan dengan harganya. Saat - saat seperti ini merupakan saat - saat yang canggung bagiku, sebab aku tidak bisa mengatakan apa-apa tentang topik ini kepada para rekanku yang pecinta kucing, kecuali sedapat mungkin menyatakan dengan rendah hati bahwa kucingku, Jeeves, sudah terlatih memakai toilet.
Pernyataanku ini selalu menimbulkan keheranan. Beberapa orang ada yang tertawa, sementara yang lainnya meremehkan. Setelah menegaskan bahwa ucapanku benar, aku menjelaskan bahwa Jeeves bisa menggunakan, dan membilas, toilet seperti manusia beradab mana pun yang tinggal di apartemen. Tidak kuhiraukan gelengan-gelengan kepala dan gumaman rasa iri yang terdengar, sebab merupakan suatu keistimewaan dan kebahagiaan bahwa aku tinggal dengan kucing yang gentleman dan tahu sopan santun ini.
Namun mesti kuakui, ada saat-saat ketika sedang mengajarkan keterampilan yang luar biasa ini pada Jeeves, aku dan suamiku Tim, menyadari bahwa melatih seekor kucing tidaklah sesederhana kelihatannya.
Salah satu saat semacam itu muncul pada tahap-tahap terakhir ketikaJeeves sudah menguasai penggunaantoilet. Proses itu merupakan proses panjang yang melibatkan kami semua. Kami memulai dengan menaruh kotak kotoran di atas toilet, lalu dalam berbagai tahap selanjutnya, sedikit demi sedikit kami menaruh dudukan toilet tambahan di atas kotak kotoran itu. Ketika akhirnya kotak kotoran itu disingkirkan sepenuhnya... si kucing sudah mengenali dudukan toilet tersebut.
Berikutnya kami berusaha mengajarkan keterampilan paling penting yaitu belajar membilas toilet. Kami mengikatkan seuntai benang ke gagang toilet, dengan sebuah kotak film yang sudah kosong di ujungnya. Kotak kecil itu diberi lubang dan di dalamnya diisi makanan kucing. Kalau si kucing menarik tali untuk membilas toilet, ia akan menerima hadiah berupa makanan itu. Cara ini cukup sederhana dan Jeeves cepat mengerti.
Pada suatu pagi hari Minggu, aku dan Tim tidur hingga agak siangan. Ini suatu keistimewaan bagi kami yang senantiasa mempunyai jadwal sibuk. Tapi kemudian kami terbangun oleh sebuah suara. Ketika pelan-pelan kami tersadar dari tidur dan otak kami mulai menangkap suara yang kami dengar itu, kami menyadari bahwa itu adalah suara toilet di bilas... terus dan terus. Berkali-kali toilet itu berdeguk dan berbunyi. Dengan mengantuk Tim turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, untuk melihat apakah ada masalah.
Tapi ketika membuka pintu ia melihat Jeeves yang dengan bangga sedang memegangi kotak film dengan kakinya dan menarik talinya lagi, seperti seorang raja yang menarik bel untuk memanggil pelayan ke samping tempat tidurnya.
Ia seperti hendak berkata "Ah, datang juga kau akhirnya. Nah, mana hadiah untukku?"
Dengan patuh suamiku mengambilkan makanan untuknya dan akhirnya Jeeves berhenti menarik tali.
Kembali ke kamar, Tim menceritakan apa yang terjadi. Sampai saat itu, kami merasa senangtelah berhasil melatih kucing kami dengan sukses. Tapi setelah peristiwa tadi, barulah kami menyadari bahwa kami terlalu cepat merasa senang.
Kucing itu memang melakukan apa yang kami inginkan, tetapi jelas bahwa dalam proses tersebut, kami sudah kehilangan kendali. Dan aku jadi mulai bertanya-tanya, apa benar kami sudah pernah memegang kendali.
Sampai hari ini, masih tetap merupakan misteri bagiku, siapa yang terkondisikan untuk melakukan apa, tapi satu hal sudah pasti, melatih kucing bisa menjadi urusan yang sangat pelik.
oleh : Debbie Freeberg-Renwick
dari buku : Chicken Soup for the Cat & Dog Lover's Soul