Pages

Rabu, 22 Juli 2020

Kukang malu malu (Nycticebus coucang)

Terbaru

kukang malu malu
Kukang (Nycticebus coucang) adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Kukang dikenal juga dengan sebutan pukang, malu-malu atau lori, bersifat aktif di malam hari (nokturnal). Di pulau Jawa terdapat subspesies Nycticebus coucang javanicus, yang penyebarannya meliputi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kukang bulu tubuhnya berwarna coklat muda sampai coklat tua, bermata besar menonjol keluar, panjang kepala dan badannya mencapai 30 cm dengan bobot badan berkisar antara 300-1500 g. Pada bagian kepala hingga punggungnya terdapat garis coklat tua yang menjadi salah satu cirinya. Tangannya berfungsi sebagai pemegang yang telah berkembang baik.



Pengelompokan
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primata
Famili: Lorisidae
Genus: Nycticebus
Spesies: N. coucang

Perilaku
Kukang terkenal dengan kehidupan malamnya (nocturnal) dan memakan beberapa buah-buahan dan sayuran, juga beberapa insecta, mamalia kecil dan bahkan burung. Umumnya mereka meraih makanan dengan salah satu tangan lalu memasukkannya ke dalam mulut. Berbeda halnya dengan minum, cara yang dilakukan pun cukup unik. Mereka tidak minum langsung dari sumbernya tetapi mereka membasahi tangannya dan menjiltinya.

Layaknya hewan-hewan nocturnal lainnya, pada siang hari kukang beristirahat atau tidur pada cabang-cabang pohon. Bahkan ada yang membenamkan diri ke dalam tumpukan serasah tetapi hal ini sangat jarang ditemui. Satu yang unik dari kebiasaan tidur kukang yaitu posisi dimana mereka akan menggulungkan badan, kepala diletakkan diantara kedua lutut/ekstrimitasnya.

Ketika malam hari tiba, kukang mulai melakkukan aktivitasnya. Mereka bergerak dengan menggunakan 4 anggota tubuhnya, pergerakan seperti ini disebut dengan quadropedal ke segala arah baik itu peregrakan vertical ataupun horizontal (climbing). Pada hewan-hewan yang hidup di penangkaran, mereka bergerak memanjat dan mengitari kandang disebut denan aksplorasi. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya di alam, kukang yang hidup di penangkaran pun menciumi segala sesuatu / objek yang ditemuinya serta melakukan penandaan / marking dengan urine.

Berdasarkan rekaman hasil penelitian di lapangan,diketahui bahwa kukang hidup secara soliter, walaupun di beebrapa saat ditemui adanya interaksi namun tidak lebih sebatas fase tahapan reproduksi. Masa estrus pada kukang berkisar antara 30-40 hari. Pada hewan betina, jika memasuki masa estrus maka akan lebih sering mengeluarkan suara / vokalisasi berupa siulan. Selain itu, terjadi pembengkakan pada area genitalianya. Jika jantan men dengarkan dan tertarik akan siulan betina, maka jantan kemudian mendekati betina dan me- ngadakan kopulasi. Masa kehamilan atau gestation periode selama 176 sampai 198 hari atau kurang lebih selama 6 bulan.

Kukang tergolong satwa pemakan segala (omnivora), seperti halnya dengan primata lainnya pakan utama adalah buah-buahan dan dedaunan. Namun demikian kukang di habitat aslinya,
juga memakan biji-bijian, serangga, telur burung, kadal dan mamalia kecil.

PERINGATAN takbole

Kukang termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
  • Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  • Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  • Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
Sumber:mepow.wordpress.com